Tuesday, December 11, 2007

GELIAT CLUB JAKARTA

Jakarta tak diragukan lagi sebagai destination hiburan malam. Apa apa saja tersedia, tak terkecuali yang beraroma plus-plus.
Keberadaan tempat hiburan malam, baik kelas atas maupun kelas menengah ibarat lampu bagi buat para laron. Mereka mengerubutinya dan kemudian beramai-ramai menikmatinya. Tempat pun beragam dan bervariasi.
Mulai dari yang kelas gurem, hingga kelas bintang lima. Yang menarik, sejumlah club dengan kelas menengah justru memberikan sajian menu bintang lima. Mereka ingin menjadi klub alternatif bagi tamu-tamu yang mungkin saja bosan dengan menu-menu bintang lima.
Di tengah gemerlap club-club papan atas dan terkenal, tak jarang club yang relatif tak begitu besar dan kelas menengah menjadi alternatif bagi para clubbers. Bisa karena pertimbangan beberapa faktor untuk menyambangi dan akhirnya clubbing di club alternatif.
Misalnya terjebak kemacetan, pas di depan club alternatif, lalu memarkir mobil dan hang out. Namun yang jelas, club alternatif tak semuanya tidak oke. Tak sedikit dari club-club ini yang menyajikan acara bagus. Setidaknya mengena dengan sasaran target pasarnya.
Dan jika bicara wanita-wanita penghiburnya, club alternatif juga memiliki wanita penghibur yang yang tak kalah cantik dan sexy dengan yang dimiliki club papan atas, dan lebih berani, bahkan cenderung vulgar dalam mengajak tamu kencan. Baik itu penjaja cintanya maupun ladies escort karaoke-nya.
Seorang clubbers sejati, sebut saja Romi. Ia biasa hang out di club-club papan atas. Tapi suatu kali Romi akhirnya sempat kepincut dengan seorang ladies escort di klub SR dikawasan Tangerang. Dan akhirnya Romi sering menyambangi club tersebut secara rutin.
“Mulanya saya diajak seorang teman yang biasa hang out di club itu. Kebetulan ia sering ke SR karena dekat dengan kantornya. Saya sekali waktu ikutan, wah, LE nya cantik-cantik, dan berani-berani, agak seronok memang, tapi itu yang aku suka,” tutur Romi yang bekerja di sebuah kontraktor bangunan jalan tol.
Lain lagi dengan Toni –sebut saja demikian— ia selama ini mengaku pemalu kepada wanita. Kalau hang out biasanya ‘mojok’, dan malu jika didekati wanita penghibur. Tapi ketika sekali waktu datang ke sebuah club papan tengah di kawasan Parung, ia kehilangan rasa malunya, bahkan malah jadi malu-maluin kalau sudah didekap wanita. “Saya kini diledekin teman-teman malu-maluin kalau sudah lengket dengan LE,” tutur Toni yang berkaca mata tebal minus ini.
Sementara Daniel –sebut saja begitu— ia sering hang out di club papan menengah di kawasan Kota, karena pertimbangan dana. “Tak mahal, tapi hang out bisa puas hingga dinihari pada week end. Suasananya juga lebih akrab di club alternatif dengan LE-nya,” tutur lelaki kurus asal Surabaya ini.
Di Jabotabek tak sedikit club-club papan tengah sebagai club alternatif. Ada yang gedungnya tampil secara mencolok ada juga yang low profile. Di club IN, misalnya, andai saja papan nama yang bertuliskan nama club ini tidak begitu mencolok pada malam hari, dapat dipastikan orang-orang tidak akan menyambangi club tersebut.
Selain papan nama itu, tak ada penanda lain bagi orang-orang untuk mengetahui keberadaan club tersebut. Maklum, gedung tujuh lantai tempat club tersebut berada merupakan gedung parkir untuk umum. Jadi, mobil yang masuk dan keluar dari gedung tersebut tidak sepenuhnya kendaraan pengunjung club yang sudah buka pada siang hari itu.
Club IN memang bukan club besar tapi tidak pula dapat dikelompokkan sebagai club kecil apalagi gurem. Dengan menu hiburan yang ditawarkan, club ini dapat dijadikan alternatif bagi penyuka hiburan malam –termasuk yang beraroma plus-plus sekalipun.
Sensasi hiburan yang ditawarkan club ini telah berlangsung pada siang hingga malam hari. Dengan kreasi program-program promosi yang diselenggarakan, tak ayal membuat club ini benar-benar menjadi alternatif.
Kreasi program yang ditawarkan club IN jelas bukan tanpa sebab. Banyaknya club besar –bahkan ada yang baru– di sekitar club IN, mau tidak mau menjadi pesaing kalau tak ingin disebut ancaman. Namun kondisi itu tentu tak harus disesali, apalagi diratapi. Yang dibutuhkan justru menyiasati pasar supaya dapat memenangi persaingan. Minimal menjadikan tempat ini sebagai alternatif bagi pemburu kenikmatan.
Tak dapat dipungkiri, menu hiburan di kawasan sekitar ini tak dapat dipisahkan dari nafsu syahwat. Tak dipungkiri pula jika para penikmat hiburan yang datang ke kawasan ini tidak akan melewatkan menu-menu yang berbau hedonis. Kondisi inilah yang dimanfaatkan club IN dengan menawarkan paket-paket hemat dan acara-acara yang dikemas dengan bumbu sensual beraroma hedonis.
Club IN menjual dua jenis hiburan kepada tamu-tamu, yakni karaoke dan live music. Fasilitas karaoke sudah dibuka mulai siang hari dan tutup menjelang fajar. Sementara hiburan jenis live music yang berlangsung di lounge berlangsung dalam waktu yang terbatas. Namun singkatnya waktu yang ditawarkan justru diisi dengan menu-menu yang begitu menggoda.
Di tempat hiburan manapun, memberlakukan program happy hour pada siang hingga sore hari merupakan sebuah keniscayaan. Dalam program tersebut biasanya diberlakukan potongan harga dengan nilai tertentu, seperti untuk makanan, minuman, atau room bagi tempat hiburan karaoke. Meski tak persis sama, club IN juga memberi potongan harga untuk menarik tamu supaya datang pada program happy hour.
Program yang ditawarkan memang menarik. Di sini disebut dengan Paket. Ada beberapa paket yang ditawarkan. Sebut saja misalnya Paket Hemat 1, Paket Hemat 2, dan Paket Hemat 3. Sesuai dengan namanya, program paket ini bersifat menyeluruh, tidak hanya untuk item tertentu.
Paket 1 misalnya, membayar dengan nilai tertentu, katakanlah Rp1 juta, tamu berhak mendapat 1 botol wine, 1 room karaoke, 1 picther bir, 1 picther cola, dan 3 orang ladies escort. Demikian juga dengan Paket 2 maupun Paket 3, meski angka nominal bertambah, tapi nilai yang didapat juga bertambah.
“Kalau dilihat berdasarkan escort yang disediakan, sepertinya membidik tamu yang datang dalam rombongan kecil, bertiga, berempat atau berlima,” tutur seorang teman saat menyambangi club ini beberapa waktu lalu.
Tidak salah namun tak sepenuhnya juga benar. Kalau pun jumlah tamu yang datang lebih banyak dari ladies escort yang disediakan berdasarkan paket, tamu-tamu masih tetap dapat mem-booking ladies escort tambahan.
Demikian juga dengan minuman yang diberikan, jika kurang tetap bisa di-order. Yang pasti, keuntungan yang nampak di depan mata adalah room gratis hingga selesai berkaraoke.
Yang tak kalah menarik untuk mempertimbangkan club ini sebagai club alternatif, tentunya bagi kaum hedonis, lantaran para escort tak hanya menemani tamu bernyanyi.
Mereka sekaligus nyambi memberikan layanan plus-plus bagi tamu yang menginginkannya. Anehnya, tarif untuk mengajak mereka bobo tidak ditentukan club. Para escort sendirilah yang menetapkan harga jika ada tamu yang berminat mengajak mereka berburu nafsu syahwat.
Club hanya menentukan tarif untuk booking escort sebagai pendamping saat berkaraoke. Dalam soal merayu, mereka boleh dibilang tak punya etika sama sekali. Sangat berani, dan dengan segala cara.
“Ada juga yang menolak dibayar atau tidak menentukan tarif. Tapi biasanya jika sang escort tertarik pada tamu atau mereka tak menentukan tarif lagi, terserah mau dikasih berapa,” kata seorang escort.
Untuk urusan eksekusi ternyata tak perlu jauh-jauh. Tamu pun tidak harus keluar dari ruangan karaoke, tapi tetap di dalam ruangan yang sama. Di dalam ruangan karaoke itu terdapat lagi sebuah kamar yang tidak terlalu besar.
Meski tak besar tapi dapat memuat satu spring bed ukuran untuk berdua dan sebuah shower yang dikelilingi fiber glass transparan. Jadi, begitu selesai eksekusi, tamu kembali bersih seperti semula.
Tamu-tamu yang tak suka berkaraoke, juga dimanjakan di club ini. Menjelang tengah malam, tamu-tamu disuguhi pertunjukan yang menggugah libido. Sejumlah dancer wanita bertelanjang dada dihadapan pengunjung, mempertontonkan tarian semi stiptease secara langsung.
Sekurang-kurangnya para dancer ini tampil dua sesi, masing-masing berlangsung selama 30 menit. Dancer tak hanya berada di stage tapi juga berkeliling menghampiri tamu.
Sambil tetap bertelanjang dada, mereka melakukan gerakan-gerakan membangkitkan syahwat. Sesekali mereka menggoda tamu dengan merapatkan tubuhnya ke badan tamu. Tujuannya hanya satu, tamu memberikan tips buat mereka melalui minuman tequila dalam sloki.
Tequila tersebut ditaruh di dalam mulut tamu, kemudian dancer mengambilnya dengan mulut mereka. Saat prosesi pemindahan berlangsung, tamu dapat menjamah tubuh telanjang dancer yang duduk di pangkuannya.
Menu yang hampir sama juga dapat ditemukan di club GR, yang juga berlokasi di kawasan Kota tua. Klub yang berada di pinggir kali ini menawarkan hiburan karaoke dan disco bagi tamu-tamunya. Karaoke telah dimulai pada siang hari.
Agar suasana berkaraoke menjadi menarik, tamu-tamu dapat memesan ladies escort sebagai teman bernyanyi. Di sini terdapat beberapa ruangan untuk berkaraoke.
Jika karaoke telah mulai beroperasi semenjak siang hari, tidak demikian dengan diskotek. Diskotek baru dibuka menjelang pukul 21.00 namun baru mulai dipenuhi crowd pada pukul 00.00.
Untuk memasuki area diskotek dikenakan cover charge yang tidak terlalu besar. Meskipun dikenakan cover charge tamu-tamu berhak mendapatkan satu gelas soft drink.
Club lain yang dapat dijadikan sebagai destinasi alternatif berikutnya, sebut saja dengan nama TP. Meski mengusung konsep diskotek, TP banyak disambangi tamu-tamu karena memberikan menu hedonis di tempat.
Di sini dapat dijumpai wanita-wanita pemuas nafsu yang langsung dapat di-booking dan dieksekusi di tempat. Club yang masih termasuk wilayah Kota tapi sedikit agak ke timur ini menyediakan kamar-kamar khusus untuk eksekusi.
“Biaya yang digunakan untuk eksekusi sudah termasuk untuk kamar,” kata salah seorang waiter TP.
Diskotek ini mengusung lagu-lagu dengan genre funky house music, mulai dibuka pada menjelang pukul 21.00 dan mulai ramai pada pukul 23.00. Pada week end club ini beroperasi hingga pagi menjelang. Club TP juga mengenakan cover charge bagi tamu-tamu, tapi tidak memberikan compliment berupa soft drink.
JAS LABOR. Lebih ke barat lagi, terdapat sebuah kawasan yang juga menjadi tujuan menghibur diri kaum petualang birahi.
SINGER. Salah satu klub alternatif di kawasan Jakarta Pusat adalah klub SN. Club ini memiliki sejumlah keunggulan dari berbagai aspek sehingga cukup layak dijadikan sasaran alternatif bagi kaum hedonis Jakarta.
SANGAT TERJANGKAU. MENGARAHKAN tujuan ke kawasan Jakarta Barat, dapat menjumpai berbagai klub alternatif yang menawarkan sejumlah suguhan menggiurkan.
sumber dari majalah POPULAR http://www.popular-maj.com/content/Preview/Liputankhusus/072007/

Monday, December 10, 2007

resiko menjadi seorang waiter hiburan malam

mungkin kita akan berpikir.. " wah, enak ya jadi waiter hiburan malam... duitnya pasti banyak!!!" ada benarnya juga sih kata tersebut.. tapi tau gak sih.. kok bisa waiter dapetin duit banyak?... selain dari uang tip tamu.. ternyata ada juga waiter yang nyari sampingan.. alias dari jual inex.. ada juga yang nyambi jadi germo.. ada juga yang melakukan korupsi... tapi yang paling mencolok biasanya sih nyambi jual inex itu... gimana gak duitnya banyak.. jual 1 biji aja udah keliatan untungnya... gimana kalo sehari jual lebih dari 10 butir?.. tapi resikonya.. amit2 deh.. kalo apes.. penjara taruhannya... kira2 3 tahun lalu saya pernah bekerja sebagai waiter disko di daerah mangga besar... emang sih dari uang tip saya bisa dapet paling kecil 50rb perhari... tapi kadang kita sulit untuk menolak permintaan tamu.. mereka para tamu pasti ada aja yang minta dicariin barang.. sehingga kita sebagai waiter.. tentunya ingin menyenangkan tamu.. ya.. kita cari... dan lagian untungnya lumayan... belum lagi biasanya tamu tersebut memberikan tip juga... meskipun dari rumah sebelum berangkat kerja, kita udah bertekad untuk tidak akan menjual i.. tetep aja kalo udah sampe kerjaan .. kok langsung ilang tekad kita itu... apalagi kalo kita kumpulkan penghasilan kita sehari itu bisa lebih dari 300rb... waduh... sebulan udah dapet berapa?... belum lagi kalo weekend kita bisa dapet 2 kali lipatnya.. bisa dibayangkan kan?... tapi coba pikirkan resikonya deh... tapi kebanyakan kalo waiter yang suda berpengalaman.. atau waiter yang gak rakus lah.. kalo mereka dah dapet uang cukup untuk modah berdagang.. ya.. mereka stop bekerja.. mereka lalu buka usaha.. tapi kalo waiternya kaya saya.. waduh.. susah juga.. dan nyesel deh.. soalnya saya dapet uangnya gampang.. ya.. keluarnya juga gampang... uang yang saya dapatkan habis juga untuk dugem.. nyesel... kenapa gak saya pake buat buka toko misalnya.. pas udah keluar dari kerjaan.. gak ada hasilnya...